THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Selasa, 03 Maret 2009

NOVEL ANKATAN 20-30 AN

KATAK HENDAK JADI LEMBU



Pengarang : Nur Sutan Iskandar
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta

“Rupanya senang, tampak di luar sentosa, selesai, tetapi di dalam kusut sebagai benang dilanda ayam. Bagaimana hidup akan senang kalau tiada berkecukupan? Dan bagaimana pula hidup akan berkecukupan kalau bayang-bayang tiada sepanjang badan kalau belanja tiada diukur dengan pendapatan? Gaji Suria kecil, pintu rezeki kami sangat sempit. Aku tahu dan Suria pun lebih tahu lagi! Tetapi ia … priyayi, amtenar B. B, meski hidup lebih dari orang kebanyakan! Lonjaknya, gayanya jika tidak akan lebih mesti sama dengan amtenar lain-lain! Ia harus mulia di mata orang! Akan mencapai ketegakan serupa itu dan akan memelihara derajat jangan sampai turun walau besar pasak daripada tiang sekali pun ia tiada peduli apa-apa rupanya. Aku yang memegang rumah tangga, yang selalu mesti mengetahui peri keadaan dalam rumah sampai ke sudut-sudut bilik dan ke bilik-bilik tungku, aku senantiasa menanggung sekalian akibat perbuatannya. Aku yang selalu berhadapan dengan orang warung, aku yang bertentangan dengan si penagih utang!
“Gaji kecil, dari bulan ke bulan tiada sampai-menyampai! Akan tetapi, kalau Suria mau bemufakat dengan daku lebih dahulu tentang apa-apa yang akan dibeli atau diadakan rasanya dapat juga aku mempertenggangkan pendapat yang sekecil itu. Walau tak berkecukupan benar kesempitan sangat tentu tiada pula. Berapa jua pun penghasilan asal dijalankan dengan hemat dan cermat, dengan perhitungan yang betul, tentu akan dapat juga bertahan-tahan larat. Berapa banyak orang yang tiada berpencaharian tetap, tak tentu pintu rezekinya, tetapi ia tidak melarat! Orang desa tiada bergaji, tapi hatinya berlipat ganda sentosa daripada aku ini. Tidurnya nyenyak, makannya kenyang, langkahnya lepas. Aku wawas sebesar bukit. Angan lalu, paham tertumbuk.
“Kalau terus-menerus begini cara kehidupan kami, niscaya celaka akhir kelaknya. Berutang kian kemari .... Terjerat leher terkongkang badan. Anak-anakku…”
Terbang semangat Zubaidah, ibu yang berhati lemah lembut itu, demi terpikir olehnya nasih anak-anaknya dalam masa yang akan datang. Kalau ia tiada ingat-ingat mengemudikan rumah tangganya, bagaimana ia akan cakap mendidik mereka itu dengan sepatutnya? Masa sekarang, terutama masa yang akan datang, ialah masa kepandaian, masa ilmu pengetahuan. Dengan kepandaian, orang berjuang dalam penghidupan orang merebut kedudukan yang berarti dalam pergaulan hidup. Bukan sebagai dalam dua puluh atau dua puluh lima tahun dahulu. Ketika itu hidup orang senang, pencaharian mudah, segala ada, pangkat derajat boleh dibeli dengan uang dan harta, dengan gelar atau keturunan yang baik, bahkan kadang-kadang dionyok-onyokkan sesuatu pangkat kepada seseorang yang bergelar dan berharta; padahal ia tidak berhajatkan pangkat itu! Dewasa ini pengetahuanlah yang diutamakan orang. Hilang rona karena penyakit, hilang bangsa karena tak beruang – tak ada salahnya dan janggallah jika pepatah itu ditambah sekarang dengan: hilang bangsa dan negeri karena tiada berpengetahuan. Pendeknya, ilmu pengetahuan itu terpandang dalam segala perkara. Kemiskinan dilipur oleh
pengetahuan, paras yang kurang bagus dipupur dan dibedaki oleh pengetahuan.

1 komentar:

Enny mengatakan...

waduh sekarang susah nyri nocel angkatan 20-30an,,untung msih ada,,,mksihh eah,,